Pengerajin Kriya Trowulan Menyulap Rongsokan Logam Menjadi Kerajinan Cor Bernilai Seni Tinggi
-Baca Juga
Proses penyambungan hasil cetakan menjadi bentuk utuh (FOTO: Krisna/Jurnalmojo) |
Pemanfaatan sampah an organic seperti logam terutama kunigan jika diolah sedemikian rupa bisa menjadi peluang bisnis yang sangat menjanjikan.
Di Mojokerto tepatnya di Desa Bejijong Kecamatan Trowulan banyak sekali pengerajin kriya dari kuningan yang sebagian besar bahan bakunya memanfaatkan rongsokan kuningan bekas dari pemulung sebagai bahan baku utama.
Kuningan merupakan bahan logam yang banyak digunakan dalam berbagai keperluan seperti untuk perabot rumah tangga, untuk mur, roda gigi, atau peralatan otomotif lain sifatnya yang lumayan tahan korosi, serta memiliki memiliki harga yang lebih murah daripada perak.
Menurut penuturan Multazam, salah satu pengrajin cor kuningan, dirinya memperoleh bahan baku kuningan ini dari pengepul rosokan.
"Biasanya dari bekas bekas barang perabotan rumah tangga yang sudah rusak," kata Multazam, Selasa (27/2/2024).
Setelah bahan utamanya terkumpul banyak dan sesuai kebutuhan pesanan kemudian lanjut ke proses pembakaran. Proses pembakaran, membutuhkan waktu 2-3 jam untuk melelehkan kuningan hingga siap cetak agar hasil maksimal.
Kemudian, kata Multazam, dirinya menyiapkan lilin atau silikon cetak yang biasanya disesuaikan dengan model atau keinginan dari pemesan. Lilin acuan tadi dibungkus dengan tanah liat kemudian dipanaskan ke tungku pembakaran.
Setelah lilin acuan meleleh ke luar, lalu dituangkan cairan logam ke dalam lubang acuan. Pada benda-benda logam tersebut juga diberi ukiran dengan berbagai motif tradisional atau sesuai pesanan. “Biasanya kita mulai pembakaran dari jam 03.30 – jam 07.00 pagi,” imbuhnya.
Semua peralatan yang digunakan serba manual, alat peleburan terdiri sebuah tungku yang dilapisi bata tahan api, serta centong untuk menuangkan cairan alumunium.
Tungku termasuk peralatan yang masih terbelakang ini sengaja diciptakan untuk menghemat biaya produksi. Dengan teknologi sederhana namun hasilnya sangat efektif.
Berawal dari putus asa karena sulitnya mencari pekerjaan pada saat itu, Multazam akhirnya mencoba memberanikan diri membuka usaha kuningan untuk menghidupi keluarganya.
Sempat mengalami kesusahan saat Covid-19 selama covid bapak Multazam tidak bisa memenuhi pesanan akibat diberlakukannya aturan PSBB.
Akibatnya, selama 2 tahun lebih Ia kehilangan serta kesusahan menjual kerajinan kuningannya, sekarang usahanya kembali bangkit dan kegiatan ekspor produknya kembali berjalan normal.
Diawal bisnis kuningan ini, Multazam memulai berbisnis sebagai makelar produk kuningan dan logam kuno itulah yang lama kelamaan orderannya semakin banyak bapak Multazam pun akhirnya memutuskan membuka bisnis kerajinan cor kuningan.
Berbekal pengalaman makelar produk kuningan tadi beliau akhirnya memiliki cakupan pasar yang luas. Sedikit demi sedikit hingga saat ini Bapak Multazam terus mengekspor produknya ke pasar-pasar besar di pulau Bali maupun Yogyakarta, karena target pemasaran memang di daerah wisata budaya, yang akan dipasarkan ke toko-toko yang lebih kecil ke toko-toko souvenir.
Perbedaan kerajinan kuningan yang dimiliki Multazam dengan pengerajin lain di Desa Bejijong ini terletak pada motifnya, hal ini sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh Perdes agar setiap pemilik usaha tidak menjiplak motif atau kerajinan dari pengerajin lain dan bersaing dengan sehat.
Sehhingga, perekonomian usaha kuningan tetap berjalan dengan baik dan tidak terjadi konflik antar pengerajin cor kuningan di desa Bejijong, Trowulan.
Yanah salah satu karyawan Multazam mengatakan proses ini sangat perlu kesabaran, karena harus teliti dan sabar untuk menyambungkan bagian per bagian yang sudah tercetak.
Proses terakhir adalah finishing pewarnaan cor sesuai pesanan ada berapa tipe finishing yaitu finishing kuningan dan finishing perak.
Masih menurut Multazam bahwa finishing perak harganya lebih mahal dibandingkan finishing kuningan karena bahan bakunya saja lebih mahal. (krs/jek)