Tanpa Ada Pembinaan dari Pemkab dan DPRD, Asosiasi Pengrajin Majapahit Mulai Bangkit ~ Jurnalmojo | Berita terbaru hari ini
RUNNING NEWS :
Loading...

Tanpa Ada Pembinaan dari Pemkab dan DPRD, Asosiasi Pengrajin Majapahit Mulai Bangkit

-

Baca Juga

Jainul Arifin, saat memantau Karyawan produksi sepatu merk MJC (FOTO/Ujeck jurnalMojo)
Jainul Arifin, saat memantau Karyawan produksi sepatu merk MJC (FOTO/Ujeck jurnalMojo)

MOJOKERTO (jurnalMojo) — Pasca pendemi selama 2 tahun, ribuan pengrajin alas kaki (Sepatu) di Kabupaten Mojokerto mulai bangkit dari keterpurukan. Seperti yang dialami, pengrajin sepatu dengan merk MJC (Mister Jainul Collection), salah satu merk sepatu asli buatan Mojokerto.

Bahkan, produk yang dihasilkan MJC mampu menembus sejumlah pasar di luar Jawa Timur. Kendati begitu, Jainul Arifin (31), Owner MJC  terus memutar otak, agar produk sepatu yang ia rintis sejak 2010 silam terus berkembang. Ketika tahun 2021, dirinya memberanikan diri membuat merk sendiri yakni MJC.

Selain pemasaran yang terus digenjot, baik melalui online serta offline. Jainul terus mengikuti perkembangan pasar. Mulai dari model sepatu yang milenial dan kekinian. Dirinya juga mengurus hak paten merk sepatu yang saat ini sudah terdaftar.

Sejumlah produk MJC siap dipasarkan hingga luar Jatim (FOTO/Ujeck jurnalMojo)
Sejumlah produk MJC siap dipasarkan hingga luar Jatim (FOTO/Ujeck jurnalMojo)

"Dulu kita pakai merk umum, kepinggin yang nyaman, pinggin punya brand sendiri. Salah satunya merk Mister Jay. Kami sempat ngurus, namun ditolak. Nah, untuk saar ini saya sudah ngurus, dan alhamdulillah MJC Indonesia statusnya sudah diterima dan mudah-mudahan sertifikatnya segera keluar," tutur Jainul Arifin, saat ditemui jurnalMojo dikediamannya, Rabu (19/10/2022).

Dalam memasarkan produknya, Jainul mengandalkan tim kreatifnya, yakni dengan mengandalkan sosial media secara live. Alhasil, produk MJS mampu menembus pasar hingga Provinsi Sulawesi, seperti Makasar, Banjarmasin, Balik Papan, Ambon.

Selain itu, sepatu MJC juga menyebar di wilayah Bali, Medan serta Bogor. Konsep marketing yang Ia terapkan itu awalnya melalui offline. Begitu saat Pandemi 2 tahun lebih, dirinya mulai belajar memasarkan secara Online. Untuk bahan baku, kata Jainul, dirinya mengandalkan toko-toko lokalan Mojokerto, dan Surabaya termasuk juga bahan baku dari luar kota yakni Bandung serta Jakarta.

Puluhan karyawan produksi MJC, Jainul segaja merekrut  pemuda didesanya sendiri. "Intinya pemberdayaan pemuda Desa Sumolawang. Selama ini, belum pernah ada pembinaan, atau bantuan. Kalau bisa pemerintah daerah bisa membantu pemasaran agar lebih meluas, kalau bisa Go Internasional," kata Jainul disela-sela mengawasi karyawannya.

Pengusaha muda berusia 31 tahun ini, juga aktif di Asosiasi Pengrajin Majapahit (APM) di Kecamatan Puri. Di Puri jumlah pengusaha atau pengrajin sekitar 160 orang. Menurut Jainul, masih banyak yang belum masuk data APM.

"Katakan 160 pengrajin, setiap pengrajin bisa mempekerjakan sekitar 30 sampai 40 pemuda, kita tinggal mengkalikan, berapa jumlah pemuda yang kita serap sebagai tenaga kerja," jelasnya.

Saifuddin, Ketua Asosiasi Pengrajin Majapahit (APM) Kabupaten Mojokerto menambahkan, pihaknya ingin mengandeng pemerintah daerah (Pemkab Mojokerto) supaya para pengrajin sepatu bisa memiliki brand sendiri dan ketika ada problem baik soal pemasaran atau order,  pemerintah daerah bisa andil memberikan jalan keluar.

"Asosiasi ini baru terbentuk sekitar 1 tahun. Harapan asosiasi ini. Untuk menopang UMKM alas kaki ini seperti apa?. Soalnya, ikonnya Mojokerto itu pengrajin sepatu, langkah ke depan seperti apa?. Kepingginnya para pengrajin itu diberi program, program seperti apa gitu. Bahkan, kami juga belum ada pembinaan dari Pemkab Mojokerto dalam hal ini dinas terkait yakni Disperindag," jelasnya.

Pasca Pandemi apakah order sepatu meningkat atau justru sebaliknya?. Menurut Saifuddin, dari analisa para anggota yang di lapangan, Saifuddin mengaku mayoritas pengrajin sepatu mulai sepi order.

"Tentunya, agar para pengrajin bisa menghidupi para pekerjanya. Kami ini butuh sharring dengan pemerintah, banyak pengrajin mengeluh. Program apa selanjutnya untuk UMKM alas kaki ini," cetusnya.

Dengan anggota 2000 lebih pengrajin di Kabupaten Mojokerto, pihaknya sangat menginginkan agar pemerintah, baik pusat maupun daerah mampu menyetop impor produk luar negeri. "Impor sepatu harus dihentikan. Kita produk lokal tidak kalah dengan produk impor," tegasnya.

Pihaknya juga menyayangkan para wakil rakyat, selama ini, tidak ada kepedulian atas nasib para pengrajin sepatu. "Jangankan melakukan pembinaan atau memberikan bantuan program, turun ke tempat pembuatan sepatu saja tidak pernah. Ya harusnya mereka itu wakil rakyat, anggota dewan yang mewakili rakyat, mereka wajib tau apa keluh kesah para pengrajin sepatu," cetusnya.

Sementara itu, Penasehat Asosiasi Pengrajin Majapahit (APM), Miftahudin menambahkan, bahwa pemerintah daerah harus mengetahui apa perannya terhadap pelaku UMKM pengrajin alas kaki ini.

"Perannya apa, ya pembinaan tentunya. Itu analisis kami, riil UMKM ini menjadi penguatan ekonomi masyarakat di Kabupaten Mojokerto. Pemerintah harus membantu sepenuhnya, membantu bukan berarti membantu alat atau pendanaan, bukan. Cukup pembinaan, berikan program, bantu pemasaran, serta bisa mengangkat kwalitas serta market palacenya," jelas Mifta, sapaan akrab lelaki yang juga Kades Medali.

Keberadaan pengrajin yang tergabung dalam APM, menurut Mifta, Bupati Mojokerto hingga kini belum ada respon positif terkait keluhan para pengrajin UMKM Sepatu. Ia menilai, Pemkab Mojokerto terkesan hanya menumpang program dari pusat.

"Saya contohkan program pengurusan merk gratis. Padahal, pengrajin sepatu yang ada di Kabupaten Mojokerto berjumla lebih dari 2000. Harusnya ada program - program peningkatan ekonomi UMKM," tegasnya.

Mesti belum ada respon dari pemerintah daerah, sebagai penasehat APM, Asosiasi Pengrajin Majapahit berencana akan menghadirkan tokoh Nasional setingkat menteri.

"Rencananya, kegiatan akan kita kemas dalam hal pameran atau ekspo yang diikuti 1000 lebih pengrajin sepatu. Mereka bisa mengeluarkan semua produk dan memiliki merk sendiri," ujarnya.

Selanjutnya, kata Mifta, ribuan pengrajin bisa bersatu dalam asosiasi, bukan hanya parsial. Pengrajin bisa paham peta pangsa pasar yang endingnya bisa mengangkat produk lokal kualitas Nasional.

"Mereka butuh pembinaan, yang tau peta pengrajin. Sekelas pemerintah Provinsi juga belum pernah mengetahui, jika Kabupaten Mojokerto central pengrajin sepatu. Ekonomi masyarakat Mojokerto sebagian besar ditopang oleh pengrajin alas kaki," pungkas alumni Teknik Universitas Islam Majapahit ini. (jek/*)
Mungkin Juga Menarik × +

 
Atas
Night Mode